RITUAL ADAT SASI LOMPA NEGERI HAURUKU

Matahari mulai menghilang dibalik gunung dan memberikan kesempatan kepada sang bulan untuk mengambil alih kekuasaan yang telah diberikan sang pencipta.... dalam perjalananan panjang dan pertarungan melawan waktu untuk mencapai bibir pantai negeri Tulehu seakan menjadi kisah yang selalu berulang kali dilakukan saat ingin berpindah ke seberang lautan.
Kembali setelah 2 hari berlalu tanpa terasa Beta harus kembali ke #KampoengBeta yaitu Negeri Haruku-Sameth. Perjalanan beta kali ini bukan cuman sekedar jalan-jalan, tapi ada sesuatu yang tak boleh beta lewatkan... mungkin ini adalah sebuah acara negeri yang  menjadi bukti sejarah yang masih terpelihara dengan baik sampai saat ini...


Saat itu jarum jam menunjukan pukul 18.00 wIT yang berarti kegelapan akan menjadi teman perjalan laut beta bersama beberapa penumpang speedboat. Dengan sedikit rasa cemas dan takut beta  tetap bersemangat untuk bisa melewati lautan yang saat itu begitu menjadi momok terbesar. Kami bukanlah penumpang terakhir  saat itu dengan tujuan haruku, masih banyak yang mengantri untuk mendapat tumpangan dan banyak dari mereka adalah orang dagang (sebutan buat orang bukan asli anak negeri Haruku-Samet).
Setelah melewati perjalanan laut  dan tiba di negeri Haruku_sameth, betapa terkejut beta saat melihat begitu banyak orang yang datang untuk mengikuti acara ini. Karena begitu ramainya sampai-sampainya beta lupa tujuan beta datang ke haruku.
Pasti banyak yang bingung apa sebenarnya yang menjadi tujuan beta pulang kampong... kalo ada yang bilang untuk ikut acara buka sasi lompa itu sangatlah benar... karena itu alasan dan tujuan beta pulang kampoeng. Tapi kali ini tidak seperti waktu-waktu yang lalu, dimana beta pulang kampung hanya untuk mengikuti acara serimoninya saja, melainkan kali ini beta sangat ingin untuk bisa mengikuti  ritual adat Buka Sasi Lompa dari awal sampai akhir, yang dilakukan oleh juru Adat atau biasa disebut kewang.



Dan inilah sedikit carita yang bisa beta bagikan menurut kejadiang yg beta ikuti :
Ritual adat buka sasi ini dipimpin langsung oleh kepala kewang dan anggota kewang lainnya yang mana diwakili oleh masing-masing SOA (Marga Besar) dengan memegang TIFA (Alat Musik Pukul Khas Maluku) dan TAHURI (Alat Musik Tiup Khas Maluku). Panas sasi sendiri dimulai dimana semua anggota kewang mulai berkumpul di rumah kepala kewang dengan membawa jaga LOBE (daun kelapa Kering) yang berfungsi sebagai api unggun. Setelah melakukan doa bersama, api induk mulai dibuat dan rombongan kewang menuju ke pusat sasi (Batu Kewang) dimana Kepala kewang akan membakar  Lobe sebagai api unggun. Ada 7 titik di 7 lokasi berbeda  yang menjadi pusat upacara ini dilakukan. Jika tiba disetiap simpang jalan, lobe akan dibakar diirngi dentuman Tifa  berulang ulang dan tiupan kuli bia atau biasa disebut Tahuri (kerang) secara khas yang menandakan ada lima SOA( Marga Besar)  di Negeri Haruku. Setalah bunyi tifa dan tiupan Tahuri mulai terdiam maka seluruh kewang akan meneriakan kalimat SIREWEI ...!!! yang berarti janji atau Sumpah. Kemudian kepala Kewang akan menyampaikan KAPATA (Syair-syair  tradisional menggunakan bahasa Tanah) yang bertujuan untuk menghormati desa dan para datuk serta menyatakan bahwa mulai saat itu dilaut ataupun didarat  sasi mulai diberlakukan (ditutup) seperti biasanya. Setelah itu sekertaris kewang akan membacakan  semua peraturan sasi lompa dan sanksi-sanksinya agar tetap di patuhi oleh masyarakayt desa. Ritual ini berlangsung  dan akan selesai pada pukul 22.00 Wit di depan Baileo Negeri (Balai Desa) dimana sisa-sisa lobe yang tidak terbakar habis dibuang ke laut. Setelah itu di pukul 03.00 Wit kewang akan kembali melakukan acara makan bersama dan kemudian membakar  Api unggun di muara sungai / kali LEARISA KAYELI agar mengundang ikan lompa untuk masuk ke dalam muara sungai . setelah ikan lompa kawang   (grombolan)  masuk ke muara sungai maka masyarakat sudah siap memasang bentangan yang berupa jaring untuk menjaga agar saat air surut,  ikan-ikan tak dapat lagi keluar ke laut.




Keesokan harinya dimana Laut mulai surut (Meti :bahasa di kampung) acara panen hasil segera dimulai. Acara panen ini sendiri ditandai dengan dentuman tifa sebanyak tiga kali barulah masyarakat bisa mengambil/menangkap ikan lompa.
Mungkin itu sedikit cerita yang beta bisa bagikan di artikel ini... untuk  lebih lengkapnya Basudara bisa liat artikel lengkapnya disini...!!!
akhir dari story yang beta cakar ini beta cuman mau sampaikan bahwa mari katong sama-sama jaga kelestarian Budaya yang ada di tanah Maluku dan mari sama-sama katong bangun kembali tali persaudaraan yang dari dolo moyang-moyang su biking.....

              “Ite amani nala, riamatai kawa e, ite amani nala, atou e ta’ele”

Tidak ada komentar: